Forum Curhat

Members Login
Username 
 
Password 
    Remember Me  
Post Info TOPIC: Kerja di Permatabank = neraka
Anonymous

Date:
Kerja di Permatabank = neraka
Permalink  
 


info ini gw dapatkan dari karyawannya langsung
kerjaan seabrek, gaji seuprit, gitu kurang lebih


BERSAMA KITA CELAKA
 
Jika ada orang menanyakan suasana kerja kepada karyawan PermataBank, maka hampir dapat dipastikan jawabannya adalah tidak nyaman, penuh tekanan, serba resah atau  membingung-kan tanpa arah.   Baik yang menjawab secara tegas maupun yang agak plintat-plintut, semuanya mengarah ke termino-logi yang sama, amburadul!  Omong kosong kalau ada yang berkata bahwa semuanya baik-baik saja, serba harmonis dan menjanjikan.
  
Biang Kerok
Siapakah biang kerok dari rusaknya atmosfer kerja di PermataBank?   Tiada lain adalah Standard Chartered Bank (SCB ), salah satu pemilik PermataBank yang hanya memegang 31.55% saham tetapi lagaknya sudah seperti penguasa tunggal yang mutlak dominan.    Padahal, di samping SCB masih ada pemegang saham lainnya yaitu PT Astra International (31.55%), Pemerintah (26%) dan Publik.  SCB bersama Astra sebagai sebuah konsorsium membeli saham PermataBank dari Pemerintah melalui program divestasi.
 
Mengapa dapat dipastikan bahwa SCB lah biang kekisuruhannya? Jawabannya mudah saja.  Tanyakanlah kepada para karyawan, mana yang lebih "enak", sebelum ada SCB ataukah setelah SCB datang.  PermataBank tanpa SCB pasti dibilang lebih "enak"!
 
Setelah proses merger, PermataBank secara pelan tetapi mantap menempatkan dirinya di jajaran bank yang terkemuka di Indonesia. Dalam waktu singkat, Permata Bank yang semula membukukan kerugian hampir Rp 400 milyar pada akhir tahun 2002 menjadi meraih keuntungan sekitar Rp 600 Milyar pada akhir tahun 2004.   Sebuah lonjakan kinerja yang dahsyat!  Segenap karyawan bekerja keras memberikan kontribusinya masing-masing dengan arahan yang jelas dari Direksi dan Komisaris.   Tidak berlebihan jika Direksi mencanangkan target keuntungan Rp 900 Milyar pada akhir tahun 2005.  Secara optimis target tersebut dapat diraih mengingat sistem, etos dan budaya kerja yang kian mantap sangat menunjang realisasi rencana kerja dan strategi bisnis PermataBank.
 
Tetapi malang memang tak dapat ditolak.   Sekitar bukan April 2005 SCB mulai mengendalikan PermataBank, membuat berbagai terobosan, mengganti visi, merubah kebiasaan dan masih banyak lagi inovasi-inovasi dadakan lainnya  ( Pada kesempatan lain perilaku gila dari SCB ini akan diuraikan secara terinci ).  Bagaimana hasilnya? Pada akhir tahun 2005 Permata Bank hanya meraih untung sekitar Rp 300 Milyar, jauh dari target yang ditetapkan!  Angka tersebut bahkan masih lebih rendah dari keuntungan tahun 2003, padahal PermataBank baru beradaptasi setelah mengalami merger.  
 
Jadi, bersiap-siaplah para karyawan.   Kenaikan gaji dan bonus yang akan kalian terima pada tahun ini sudah barang tentu akan sangat irit dan cekak.  Bermimpilah tentang kenaikan gaji dan bonus pada tahun 2003 dan 2004 supaya kalian sedikit terhibur.   Paling tidak sepanjang kalian tertidur, karena setelah bangun dan terjaga kenyataan yang ada akan sangat memilukan.

Masih banyak rekan2 di bagian Retail Operation Group (NCO) yang gajinya hanya cukup untuk hidup selama 2 minggu dalam sebulan. Jatah kenaikan gaji/bonus dari Management Permata terlalu kecil dan mengikat dengan aturan tambahan yang menyertainya, sehingga karyawan yang punya kinerja Baik sekalipun, besar kemungkinan tidak mendapat apresiasi semestinya. Akibatnya terjadi korupsi dan kanibalisme.
 
Business Cooperation Agreement (BCA)
Ada baiknya kita kenali terlebih dahulu Business Cooperation Agreement (BCA).  Perjanjian ini dibuat oleh PermataBank dan SCB dengan tujuan untuk mem-bangun sinergi bisnis yang saling menguntungkan.  Istilah "saling meng-untungkan" tersebut hanyalah sekedar jargon kosong karena pada kenyataannya pelaksanaan BCA menguntungkan SCB dan membuat PermataBank tersungkur.    Hal yang diincar oleh SCB adalah jaringan luas PermataBank di lingkungan do-mestik, local customer based yang besar dan produk-produk yang sudah mendapat tempat di pasar dan tinggal menuai income.
 
Pendandatangan BCA adalah Hans J. Theilkuhl dan Elvyn G. Masassya, keduanya adalah Direktur PermataBank, dan Steward D. Hall yang mewakili SCB. BCA menunjukkan dominasi SCB ter-hadap PermataBank karena ada 2 orang pejabat SCB yang menandatanganinya.  Hans meskipun bertindak selaku Direktur PermataBank tetapi dia adalah ex karya-wan SCB yang ditugasi oleh SCB (selaku pemegang saham) untuk duduk di lini eksekutif mengendalikan PermatBank. Sedangkan Steward adalah CEO SCB cabang Jakarta. Jadi BCA tak ubahnya seperti perjanjian antara SCB dengan SCB!
 
Perlu dipertanyakan atas dasar kuasa apa dan dari siapakah Steward Hall bisa menandatangai BCA.   Sangat keterlaluan, karena kemudian Steward menjadi Dirut PermataBank!
 
Pemilihan Elvyn sebagai Direktur yang mewakili PermataBank bisa jadi merupa-kan cara untuk menunjukkan bahwa BCA sudah secara sah memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.   Elvyn adalah Direktur Legal & Compliance sekaligus menjabat sebagai Direktur Kepatuhan.  Tetapi kalau isi BCA "berat sebelah" dan cenderung meru-pakan pemerasan oleh SCB kepada PermataBank, apakah Elvyn tidak mengkajinya terlebih dahulu sebelum mem-bubuhkan tanda tangannya? Atau apakah Elvyn bertanda tangan di bawah tekanan SCB?
 
Walaupun SCB adalah salah satu pemegang saham Permatabank, Permata Bank dan SCB adalah dua entitas bisnis yang terpisah.  Sebagai bank, keduanya merupakan pesaing satu sama lain.   Akan tetapi, BCA nenempatkan PermataBank (salah satu bank terbesar di Indonesia dengan ratusan kantor Cabang) hanya sebagai  bagian dari Divisi Consumer Banking SCB Singapore.    Pantas saja SCB mengubah Visi PermataBank dengan mencantumkan kata "Fokus kepada Consumer Banking dan SME".  Masih dicantumkannya SME pun karena volume bisnisnya besar.   Kalau tidak cukup punya gigi, sudah pasti SME akan dihabisi dan tidak bakal dicantumkan di dalam Visi sebagai bisnis yang harus menjadi fokus.
 
 
BCA sebagai Alat Legalisasi
Pada intinya BCA merupakan sumber legalitas bagi SCB untuk memoroti PermataBank.  Terdapat 2 kelompok tran-saksi yang akan dijalankan berlandaskan BCA, yaitu Transaksi A dan Transaksi B. 
 
Kelompok Transaksi A lebih bersifat pemberian gula-gula dari SCB ke Permata Bank yang disebut SCB sebagai mem-berikan nilai tambah kepada transaksi atau aktivitas yang selama ini dijalankan oleh PermataBank. Termasuk dalam kelompok ini misalnya: SCB memberikan forex line kepada PermataBank; Permata Bank bertindak sebagai 2nd Advising Bank untuk L/C export-nya SCB; Konsolidasi informasi nasabah untuk memperkaya customer profile dan meningkatkan jumlah nasabah; mereferensikan nasabah Permata Bank ke SCB apabila nasabah meng-inginkan produk investasi di luar negeri dalam mata uang asing atau pembiayaan untuk property di luar negeri; SCB memberikan pelatihan mengenai Syariah, Know Your Customer (KYC) dan Anti Money Laundering.   Manis bukan?  Memang. Tetapi, nanti dulu, semuanya itu tidak cuma-cuma.  PermataBank harus membayar at cost atau sesuai dengan market value untuk setiap jasa yang di-berikan oleh SCB.  Sudah diatur di dalam BCA bahwa pihak yang membutuhkan asistensi dari pihak lain harus bersedia membayar jasa. Sebenarnya PermataBank tidak membutuhkan bimbingan SCB tetapi dipaksa untuk butuh dan menjadi tergantung kepada SCB .  Kondisi ini sangat mudah diciptakan karena Direktur Utama PermataBank adalah orang SCB!  
 
Kelompok Transaksi B lebih menyeram-kan lagi karena berisi program-program dan produk-produk SCB yang harus disukseskan oleh PermataBank -- tentunya untuk kepentingan SCB -- tetapi bekedok technical assistance sehingga PermataBank harus membayar kepada SCB!   Contohnya adalah: pemasaran Manhattan Card, Pemadanan format laporan keuangan PermataBank dengan format milik SCB agar data mudah diintegrasikan ke sistem aplikasi SCB, penerapan konsep ALCO dan pembagian Fund Transfer Pricing (FTP) a la SCB , pemasaran Kredit Tanpa Agunan milik SCB , serta bentuk-bentuk technical assistance lainnya.  
 
Sungguh kasihan PermataBank, sudah diperbudak untuk kesuksesan SCB masih harus membayar upetinya pula. Coba tanyakan kepada teman-teman di card business isi perjanjian kerja sama pelun-curan produk gagal Manhattan Card.  Di situ tergambar dengan sangat terang ben-derang bahwa hubungan PermataBank dan SCB bersifat simbiosis parasitisma, yang satu menghisap yang lain.  Sudang barang tentu SCB lah benalunya!  Tahukah Anda bahwa Auditor Bank Indonesia mene-mukan adanya kerugian sebesar Rp 950 Milyar yang diderita oleh PermataBank hasil dari transaksi Money Market dengan SCB?   Tahu jugakah Anda bahwa BI juga menemukan adanya kerugian transaksi lain dengan SCB Jakarta sebesar Rp 27 Milyar yang ditutup dengan "menaikkan" cadangan sehingga di Laporan Keuangan tidak terlihat sebagai Loss?
 
(Celakanya tidak ada transaksi yang tidak lolos dari jerat BCA karena sudah diatur di dalam salah satu pasalnya bahwa semua kegiatan atau transaksi baru, dengan sendirinya sudah menjadi bagian dari BCA sehingga diatur dengan cara BCA).
 
Kalau PermataBank adalah perusahaan publik yang dituntut untuk transparan dalam menyampaikan informasi, lantas siapa yang mengetahui kalau BCA me-rugikan PermataBank?   Siapa yang me-ngetahui adanya BCA? Apakah Komisaris non SCB tahu? Apakah PPA atau Pemerintah tahu? Apakah Bank Indonesia tahu?   Apakah ASTRA selaku anggota konsorsium pe-megang saham juga tahu?  Apakah publik tahu?  Jangan-jangan me-reka semua tidak tahu!
 
Kalau BCA merupakan landasan ber-sinergi yang saling menguntungkan antara SCB dengan PermataBank, seha-rusnya isi BCA (paling tidak secara garis besar) diinformasikan kepada jajaran manajemen PermataBank sampai ke tingkat GM.  Hal ini wajar, karena para GM adalah driver di unit kerja masing-masing.  Pada kenyataannya para GM hanya mendengar tentang adanya BCA, tetapi tidak pernah mengetahui isinya, apalagi melihat fisiknya. Yang terjadi adalah para GM kebingungan ketika pihak SCB meminta mereka melakukan banyak hal (bisnis dan non bisnis) untuk kepentingan SCB . Sekarang jangan bingung lagi, Bapak dan Ibu GM.  Ter-nyata, semua sepak terjang SCB dilandasi oleh BCA yang sudah menjadi sumber dari segala sumber hukum di Permata Bank ini.
 


Ini dia: Cost Saving
Jadi, apakah perkongsian antara Permata Bank dan SCB itu menguntung-kan bagi kedua belah pihak?   Jelas tidak!  Sebelum dikuasai oleh SCB, PermataBank adalah running bank yang sehat dan sempat membukukan profit lebih dari Rp 600 miliar. Pada saat SCB datang, Permata Bank sedang berjalan di atas rel Business Plan yang mengarah kepada pencapaian profit tahun 2005 sebesar Rp 900 miliar.  Tetapi apa yang terjadi setelah SCB bercokol?  Profit PermataBank tahun 2005 cuma sekitar Rp 300 miliar! 
 
Ada seribu satu macam alasan SCB untuk menjelaskan masalah kegagalan mencapai profit yang tinggi tersebut.   Yang paling sering didengung-dengungkan adalah inefisiensi biaya operasional. Permata Bank dinilai oleh SCB terlalu banyak menghambur-hamburkan biaya.   Padahal ketika bertekad untuk menghasilkan nett profit 2005 sebesar Rp 900 miliar, Permata Bank memang sedang menerapkan stra-tegi cost control dan berusaha menurunkan rasio BOPO (nisbah antara Biaya Opera-sional dan PendapatanOperasional).  Hal ini sudah menjadi concern dari Agus Martowardojo selaku Dirut PermataBank pada waktu itu. Semua yang sudah berjalan on the track tiba-tiba berantakan dengan datangnya SCB.
 
Menurut SCB, PermataBank harus banyak berhemat.  Biaya tinggi harus ditekan atau bahkan dipangkas. Alhasil banyak aktivitas yang ditengerai memakan biaya dihentikan. Kontrak dengan lembaga outsource penyedia karyawan tidak tetap pun diakhiri sebelum waktunya yang berujung kepada pengurangan karyawan kontrak.  Banyak kantor cabang yang ditutup.   Tetapi biaya masih tinggi juga.  Bagaimana itu bisa terjadi? Inilah ja-wabannya.  Karyawan PermataBank dari SCB , baik yang duduk di posisi Komisaris, Direktur, GM bahkan hanya sekedar advisor, memperoleh gaji yang sangat tinggi dan fasilitis melimpah.  Ada yang disewakan apartemen dengan ongkos USD 5,000 sebulan (sementara ada GM PermataBank yang tinggal di Asrama), ada yang disediakan mobil mewah dari Toyota Alphard hingga Mercedez Benz dengan ongkos sewa lebih dari Rp 15 juta sebulan (sementara GM PermataBank cukup naik shuttle), ada juga yang men-dapat tunjangan suami/sitri dan biaya pendidikan anak.  Itu semua atas beban siapa?  Tentu saja Permatabank!  Ingat, BCA sudah menetapkan bahwa SCB berhak menempatkan karyawannya da-lam jangka waktu pendek maupun pan-jang untuk melaksanakan perjanjian atas biaya PermataBank.
 
Mengapa SCB perlu menekan biaya operasional setinggi-tingginya?   Apakah hanya sekedar mencapai rasio BOPO yang sedap dipandang mata? Jawabannya se-derhana, yaitu untuk memberikan ruang bagi tambahan biaya-biaya yang timbul dari pelaksanaan BCA demi kepentingan SCB.   Termasuk di dalamnya adalah gaji, tunjangan dan benefit karyawan SCB atau rekrutan SCB yang dipekerjakan di PermataBank.
 
Soal memberi ruang tadi dapat diilus-trasikan secara mudah.   Misalnya saja biaya operasional kita untuk menjalankan kegiatan perbankan adalah sebesar Rp 100 Milyar per bulan.  Tambahan staff cost untuk orang-orang SCB misalnya sebesar Rp 20 Milyar.  Dengan demikian, total Biaya Operasional menjadi Rp 120 Milyar.  Kalau Pendapatan Operasional kita biasa-biasa saja alias tidak ada peningkatan yang significant, rasio BOBO tentu akan meledak. Nah, supaya biaya opera-sionalnya tetap terlihat Rp 100 Milyar (bukan Rp 120 Milyar), maka biaya-biaya tertentu dipangkas hingga sedikitnya Rp 20 Milyar supaya tambahan staff cost SCB yang Rp 20 Milyar tadi bisa masuk.  Per-samaan matematikanya adalah:  (Rp 120 Milyar Rp 20 Milyar) + Rp 20 Milyar = Rp 100 Milyar.   Cantik!
 
Alhasil nett profit PermataBank merosot jauh dari cita-cita semula.  Akan tetapi, bagi SCB (khususnya divisi Consumer Banking, Singapore) profit PermataBank yang cuma Rp 300-an miliar sudah me-rupakan prestasi gemilang yang bisa dijadikan alasan untuk menenggak bonus belasan kali lipat dari gaji.   Mengapa?  Karena target keuntungan investasi yang diperoleh dari PermataBank ditetapkan jauh lebih rendah daripada Rp 300-an miliar!   Tentunya ini merupakan sukses besar divisi Consumer Banking SCB Singapore di mata SCB London (kantor pusat).  Bonus bejibun pun menggelontor untuk segenap anggota tim sukses, yaitu Steward, Hans, Nora, Vijay, Doni, Sean dan kawan-kawan rekrutan SCB lainnya.   Hebat bukan? Karyawan PermataBank yang dibuat berdarah-darah kabarnya hanya menikmati bonus rata-rata 0.6 kali gaji, sementara yang menghisap darah mendapatkan minimum 10 kali gaji (Ada karyawan asal SCB yang sempat meng-oceh bahwa di SCB bonus baru menarik kalau besarnya minimum 10 kali gaji!).
 
 
Karyawan itu Beban
Mari kita bahas sedikit lebih jauh tentang jurus untuk mengurangi biaya.   Cara yang paling primitif adalah memangkas jumlah karyawan, karena dengan begitu ada banya



__________________
Page 1 of 1  sorted by
 
Quick Reply

Please log in to post quick replies.

Tweet this page Post to Digg Post to Del.icio.us


Create your own FREE Forum
Report Abuse
Powered by ActiveBoard